Huta Liang Deak merupakan salah satu dusun bersejarah yang terletak di pinggiran Danau Toba, tepatnya di Nagori Purba Pasir, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Wilayah ini tidak hanya menjadi tempat bermukim, tetapi juga menyimpan kisah panjang tentang adat, perjuangan leluhur, serta nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Sejarah Awal: Dibuka oleh Leluhur Marga Sihaloho, Saragih, Sinaga, Manik, dan Lainnya
Pada masa lampau, Huta Liang Deak dibuka oleh para leluhur dari beberapa marga Batak yang dihormati, di antaranya Marga Sihaloho, Saragih, Sinaga, Manik, dan marga lainnya. Para leluhur tersebut membangun huta (dusun) ini sebagai wilayah adat yang dikenal dengan istilah “Pertuanon”. Wilayah adat ini dikelola dengan prinsip-prinsip adat Batak, yang berpusat pada kebersamaan, gotong royong, dan musyawarah dalam menghadapi segala tantangan kehidupan.
Sebagai sebuah pertuanon, Huta Liang Deak dahulu juga berfungsi sebagai pusat kekuasaan adat dan sosial yang dipimpin oleh seorang Pangulu Balang. Sebutan Pangulu Balang menunjukkan bahwa wilayah ini memiliki status penting dalam tatanan adat. Pangulu Balang bertugas mengatur kehidupan masyarakat, menjaga adat istiadat, serta melindungi tanah ulayat dari ancaman luar.
Peran Adat dan Dalihan Na Tolu
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Huta Liang Deak memegang teguh nilai Dalihan Na Tolu, yang merupakan pilar utama dalam adat Batak:
- Somba Marhulahula – Menghormati keluarga pihak istri,
- Manat Mardongan Tubu – Bijaksana dan menjaga hubungan baik dengan teman semarga,
- Elek Marboru – Melindungi dan menjaga keluarga dari pihak perempuan.
Ketiga prinsip tersebut membentuk fondasi kehidupan sosial masyarakat, menciptakan harmoni, dan menjaga keseimbangan dalam hubungan antarwarga.
Goa Babaliang: Warisan Leluhur yang Penuh Sejarah
Salah satu tempat bersejarah yang terletak di dekat Huta Liang Deak adalah Goa Babaliang, yang memiliki cerita unik dan bernilai strategis pada masa lampau. Goa ini diyakini pernah digunakan oleh leluhur sebagai jalur penghubung antara Huta Liang Deak dan Huta Munte. Selain sebagai jalur strategis, goa ini juga berfungsi sebagai tempat perlindungan pada masa-masa genting, misalnya saat terjadi konflik atau serangan musuh.
Dengan lorong-lorong alami yang tersembunyi dan akses yang menantang, Goa Babaliang menyimpan jejak langkah perjuangan para leluhur dalam mempertahankan tanah dan adat mereka. Kini, goa ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah dan petualangan.
Potensi Liang Deak Menuju Desa Wisata Internasional
Keberadaan Huta Liang Deak yang berada di tepi Danau Toba memberikan nilai tambah yang besar bagi pengembangan desa ini. Keindahan alamnya yang memukau, dipadukan dengan kekayaan budaya dan sejarah, menjadikan Liang Deak sebagai kawasan yang potensial untuk menjadi desa wisata bertaraf internasional.
Potensi ini hanya dapat diwujudkan dengan upaya bersama antara masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak terkait. Generasi muda Liang Deak diharapkan mampu menjaga warisan leluhur sembari mengembangkan inovasi yang relevan dengan perkembangan zaman, terutama di sektor pariwisata. Dengan begitu, Huta Liang Deak dapat menjadi pusat wisata yang memadukan unsur alam, budaya, dan edukasi sejarah.
Harapan dan Masa Depan Liang Deak
Masa depan Liang Deak bergantung pada kemampuan masyarakat untuk melestarikan nilai-nilai adat, menjaga persatuan, dan terus meningkatkan potensi lokal. Melalui semangat gotong royong dan kebersamaan yang diwarisi dari leluhur, Liang Deak dapat terus berkembang, tidak hanya sebagai tempat bermukim, tetapi juga sebagai simbol keteguhan masyarakat Batak di tengah arus modernisasi.
Dengan perpaduan antara sejarah, adat istiadat, dan potensi alam yang dimiliki, Liang Deak memiliki peluang cerah untuk menjadi desa wisata unggulan yang dikenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional.
by : fernando abert damanik
Komentar