MEDAN-NNToday: Ratusan massa yang tergabung di Yayasan Mapel Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan kantor PT. Sari Incofood di Desa Buntu Bedimbar, Selasa (8/10/2024) siang.
Selain itu, massa juga melakukan aksi serupa di Kantor Kepala Desa Buntu Bedimbar. Tuntutan massa mendesak agar pemerintah mencopot izin perusahaan swasta dan memecat kepala desa. Bahkan, aksi itu nyaris terjadi ricuh.
Informasi yang dihimpun awak media, aksi ini dipicu oleh insiden pelanggaran serius terhadap hak belajar kepada seluruh pelajar SD Negeri 101878 Kanan I, Desa Buntu Bedimbar.
Dimana, 26 September lalu, PT Sari Incofood dan PT Wahana Alam Lestari Konsultan secara semena-mena menggelar sosialisasi AMDAL di lingkungan sekolah dasar.
“Tindakan ini bukan hanya mengganggu proses belajar mengajar, tetapi juga memberikan tekanan psikologis pada siswa, terutama yang masih duduk di bangku kelas 1,” kata Ketua umum Mapel Masyarakat Peduli Lingkungan (Mapel) M. Yusuf Hanafi Sinaga.
Menurut massa, aksi sosialisasi itu adalah bentuk penghinaan terhadap dunia pendidikan. Karena Anak-anak pelajar SD seharusnya belajar di kelas, bukan dijadikan objek sosialisasi proyek perusahaan.
Massa juga menuntut penangkapan seluruh pihak yang terlibat, mereka mendesak kementrian untuk mencabut izin PT.Wahana Alam Lestari Konsultan.
“Proses hukum dan copot Kepala Desa Buntu Bedimbar, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut, dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang. Mereka telah abai terhadap tugas dan tanggung jawabnya,” tegasnya.
Kemudian, massa juga curiga ada permainan kotor di balik kegiatan sosialisasi AMDAL ini.
“”Pemerintah seharusnya melindungi hak-hak masyarakat, bukan justru memfasilitasi tindakan yang merugikan anak-anak,” tuturnya.
Berdasarkan hasil investigasi massa, ditemukan dugaan beberapa pelanggaran dilakukan oleh pihak-pihak terkait, antara lain:
Pelanggaran terhadap hak belajar anak. Pelaksanaan sosialisasi AMDAL di lingkungan sekolah saat jam pelajaran berlangsung jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Kegiatan ini telah menghambat hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan tanpa diskriminasi,” ucapnya.
Lalu adanya dugaan Diskriminasi dan kurangnya transparansi cenderung merugikan masyarakat.
“Pemilihan lokasi sosialisasi di dalam lingkungan sekolah menimbulkan pertanyaan besar. Seharusnya, kegiatan seperti ini dilaksanakan di tempat yang lebih netral dan mudah diakses oleh masyarakat luas, seperti aula kecamatan. Tindakan ini diduga sengaja dilakukan untuk membatasi partisipasi publik dan menghindari pengawasan,” tambahnya.
Selanjutnya ada dugaan pelanggaran terhadap prinsip keterlibatan masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas mengatur tentang keterlibatan masyarakat dalam proses AMDAL.
Namun, dalam kasus ini, pihak penyelenggara tidak melibatkan pemerhati lingkungan dan masyarakat secara luas dalam kegiatan sosialisasi.
Kemudian, dugaan pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi publik.
“Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui informasi terkait rencana pembangunan yang berpotensi berdampak pada lingkungan hidup. Namun, pelaksanaan sosialisasi yang kurang transparan dan tertutup ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kami akan menggelar aksi serupa di Kantor DLH Sumut dan Kantor Wahana Alam Lestari besok (Rabu),” terangnya.(Tim).
Komentar